Minggu, 24 November 2013

Makalah akhlak

MAKALAH
IKHLAS DAN RIYA’
Disusun untuk memenuhi tugas ilmu akhlak semester 1
Dosen Pengampu : Abdul Basith, S.S.,M.Pd.



Disusun Oleh:
1. Khoirun Nisa’ F.R. (2022112016)
2. Elsa Mulyani   (2022112018)
3. Nur Afifah   (2022112020)
4. Hermawan S   (2022112035)



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2012
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “ Ikhlas dan Riya’ ”. Tak lupa penulis limpahkan shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di hari kiamat nanti.
 Pada kesempatan kali ini,penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini :
1. Bapak Abdul Basith,S.S,M.Pd. selaku dosen pengampu ilmu akhlak.
2. Teman-teman semua atas bantuan dan motivasinya
Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu hingga selesainya penulisan makalah ini.
 Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan,dari segi bahasa, sistematika apalagi isinya. Oleh karena itu penulis dengan hati yang lapang menerima saran dan kritikan yang sifatnya membangun.
 Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini akan memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

 Pekalongan, Desember 2012


 PENULIS

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
BAB II PEMBAHASAN 6
1. IKHLAS 6
2. RIYA’ 8
BAB III PENUTUP 12
A. KESIMPULAN 12
B. SARAN 12
DAFTAR PUSTAKA 13


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah).
Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana, memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan bersifat adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga dan negara, hidup bermasyarakat dan bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya.
Masyarakat dan bangsa yang memiliki akhlak mulia adalah penggerak ke arah pembinaan tamadun dan kejayaan yang diridai oleh Allah Subhanahu Wataala. Seperti kata pepatah seorang penyair Mesir, Syauqi Bei: "Hanya saja bangsa itu kekal selama berakhlak. Bila akhlaknya telah lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu".  
Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT, akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah, mencegah diri kita untuk mendekati yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar, seperti firman Allah dalam surat Al-Imran 110 yang artinya “Kamu adalah umat yang terbaik untuk manusia, menuju kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah”
Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada bumi ini
2. Rumusan Masalah
a. Apakah pengertian ikhlas?
b. Apakah pengertian riya’?
c. Bagaimana bahaya riya’?
d. Bagaimana cara menghindari sifat riya’?

3. Tujuan
Supaya kita semua mengetahui sifat tercela dan terpuji serta sikap dan perilaku dalam menghadapinya.

BAB II
PEMBAHASAN
1. IKHLAS
Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.
Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.
Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras (nampi beras) dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.
Karena itu, bagi seorang dai makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, sebutan, kemajuan atau kemunduran. Dengan demikian si dai menjadi tentara fikrah dan akidah, bukan tentara dunia dan kepentingan. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku.” Dai yang berkarakter seperti itulah yang punya semboyan ‘Allahu Ghayaatunaa‘, Allah tujuan kami, dalam segala aktivitas mengisi hidupnya.

Ikhlas hakekatnya adalah rahasia antara kita dengan Allah SWT. Menujukan seluruh amal Amar Ma’ruf Nahi Munkar Lillaahita’ala
Tanda orang yang ikhlas dalam beramal adalah tidak ingin amalannya dipuji oleh orang lain. Allah SWT telah berfirman dalam Al-quran:

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

artinya: "Mereka hanya diperintahkan untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan agama kepadaNya." (Al Bayyinah: 5)

Amal yang sedikit tapi ikhlas lebih baik daripada amal yang banyak tapi disertai riya’ / tidak ikhlas kepada Allah, sebab amal yang sedikit tetapi ikhlas itu akan dilipatgandakan oleh Allah atas kemurahanNya seperti dalam Firman Allah :

إِنَّ اللَّهَ لا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا

artinya: ‘Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesaar zarrah. Dan jika ada kebajikan (sekecil zarrah pun), niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar di sisiNya.” (QS. An Nisa’, 4:40)

Oleh karenanya hendaklah kita selalu memulai setiap amalan dengan niat yang benar, ikhlas semata karena Allah dan mengharapkan keridhaan dan pahala hanya dari Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW : “Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu (tergantung) dengan niatnya, dan seseorang itu akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.”

2. RIYA’
a) Pengertian Riya’
Riya’ adalah seseorang beramal shalih dengan maksud untuk dilihat/dipuji oleh orang lain. Orang Muslim tidak riya’, karena riya’ adalah kemunafikan dan syirik. Orang Muslim itu beriman dan bertauhid. Jadi imannya dan taudidnya itu bertentangan dengan akhlak riya’ dan munafik. Ia tidakpernah sekalipun menjadiorang munafik dan melakukan riya’. Ia membenci sifat tercela riya’ dan munafik karena ia mengetahui bahwa Allah Ta’ala dan Rasul-Nya membenci sifat tersebut. Allah Ta’ala mengancam orang-orang yang melakukan riya’ dengan siksa yang pedih, dengan firman Allah SWT yang artinya “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang yang berbuat riya’. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. Al-Ma’un : 4-7)
Allah Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi, yang artinya “Barang siapa mengerjakan suatu perbuatan dimana di dalamnya ia menyekutukan Aku dengan yang selain Aku, maka ia sepenuhnya menjadi milik sekutunya, dan Aku terlepas daripadanya. Aku paling kaya dari persekutuan.” (Diriwayatkan Muslim)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan pada kalian ialah syirik kecil.. “Para sahabat bertanya, ‘apa yang dimaksud syirik kecil wahai Rasulullah?” Rasululllah Shallallahu Alaihi wa Sallam besabda, “Riya’. Allah Azza wa Jalla berfirman pada hari kiamat setelah membalas para hamba dengan amal perbuatan mereka, ‘ Pergilah kalian (orang-orang yang melakukan riya’) kepada orang-orang yang kalian melakukan riya’ karena mereka di dunia, kemudian lihatlah apakah kalian mendapatkan  balasan dari mereka’. “ (Diriwayatkan Ahmad Ath-Thabrani, dan Al-Baihaqi. Az-Zain Al-Iraqi berkata “Perawi hadits ini dapat dipercaya “)
Hakikat  riya’ ialah seorang  hamba taat kepada Allah Ta’ala dengan tujuan sampingan yaitu ingin mendapatkan kedudukan di hati manusia.
b) Bentuk – bentuk Riya’
1. seorang hamba meningkatkan ketaatannya kepada Allah Ta’ala jika dipuji, dan ketaatannya berkurang atau habis sama sekali jika ia dicela.
2. Rajin beribadah jika bersama manusia, dan malas beribadah jika sendirian.
3. Bersedekah. Jika sedekahnya tidak dilihat manusia, ia pasti tidak bersedekah.
4. Seorang mengatakan kebaikan atau mengerjakan kebaikan, namun ia tidak menginginkannya untuk Allah Ta’ala semata, dan menginginkannya untuk manusia disampinng Allah Ta’ala, atau  tidak menginginkan-Nya sama sekali, dan menginginkannya untuk manusia semata.

c) Sebab Timbulnya Riya’
Riya’ ditimbulkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
• Senang karena lezatnya pujian orang lain.
• Lari dari celaan.
• Rakus akan apa yang diperoleh/terdapat pada orang lain.
d) Sebab Bahayanya Riya’
• Lebih berbahaya dari fitnah Dajjal.
• Riya’ menjadi sebab azab di Neraka.
• Riya’ adalah cirri perbuatan orang-orang Munafiq.


e) Macam-macam Riya’
1. Seorang hamba dalam beribadah menginginkan selain Allah. Dia senang orang lain tahu/melihat apa yang diperbuatnya. Dia tidak menunjukkan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah dan ini termasuk jenis nifaq.
2. Seorang hamba beribadah dengan tujuan dan keinginannya ikhlas karena Allah, namun ketika manusia melihat ibadahnya maka ia bertambah giat dalam beribadah serta membaguskan ibadahnya. Ini termasuk perbuatan syirik tersembunyi.
3. Seorang hamba beribadah pada awalnya ikhlas karena Allah dan sampai selesai keadaannya masih demikian, namun pada akhir ibadahnya dipuji oleh manusia dan ia merasa bangga dengan pujian manusia tersebut serta ia mendapatkan apa yang diinginkannya (dunia, missal: dengan memperoleh kedudukan di masyarakat dll).
4. Riya’ badaniyah, yaitu perbuatan riya’ dengan menampakkan badan/jasadnya kurus karena banyaknya ibadah sehingga ia disebut sebagai orang ABID (Ahli Ibadah).
5. Riya’ dari sisi penampilan atau model. Seperti orang yang berpenampilan compang-camping agar ia dilihat seperti orang yang berlaku/berbuat zuhud
6. Riya’ pada ucapan, misal orang yang memberat-beratkan suaranya.
7. Riya’ dengan amalan.
8. Riya’ dengan teman dan orang-orang yang mengunjunginya. Misal: Teman-teman/orang-orang yang mengunjunginya adalah para ustadz/ulama, maka ia menjadi bangga dan mengharap pujian dari hal tersebut.
9. Riya’ dengan mencela dirinya dihadapan manusia.
10. Seorang beramal dengan amal ketaatan dan tidak seorangpun mengetahuinya, ia tidak ingin tenar. Akan tetapi jika ia dilihat manusia, ia menginginkan diawali/dihormati dengan pengucapan salam.
11. Menjadikan perbuatan ikhlasnya itu sebagai wasilah terhadap apa yang dia inginkan.

f) Solusi Agar Terhindar Dari Riya’
Diantara solusi agar kita terhindar dari perbuatan riya’ adalah sbb:
• Mengetahui jenis-jenis amalan yang diperuntukkan untuk dunia dan      mengetahui jenis-jenis riya’ serta factor-faktor pendorong perbuatan riya’
• Mengetahui keagungan Allah Azza wa Jalla.
• Mengenal/mengetahui apa yang telah Allah persiapkan untuk akhir kehidupan.
• Takut dari beramal untuk kepentingan dunia.













BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Ikhlas hakekatnya adalah rahasia antara kita dengan Allah SWT. Menujukan seluruh amal Amar Ma’ruf Nahi Munkar Lillaahita’ala
Tanda orang yang ikhlas dalam beramal adalah tidak ingin amalannya dipuji oleh orang lain.
2. Hakikat  riya’ ialah seorang  hamba taat kepada Allah Ta’ala dengan tujuan sampingan yaitu ingin mendapatkan kedudukan di hati manusia

B. SARAN

Dengan mengetahui berbagai halmengenai baik buruknya suatu akhlak diharapkan kita bisa introspeksi ke arah yang lebih baik .

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Yunahar.,Kuliah Akhlaq, Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta, 2004
Qasim, Abul dkk., Risalah Qusyairiyah, Pustaka Amani: Jakarta, 2007
Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir.,Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim, Darul Falah: Jakarta Timur, 2001
http://ibnusarijan.blogspot.com/2011/12/riya-definisi-sebab-macam-serta.html
http://www.dakwatuna.com/2008/05/582/tiga-ciri-orang-ikhlas/#ixzz1cTb4c12E

Tidak ada komentar:

Posting Komentar