MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA
“ PANCA PUSAT PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ”
Disusun oleh :
Elsa Mulyani
2022112018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
TAHUN 2013
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui bahwa
salah satu yang menjadi tujuan pendidikan Islam adalah untuk membimbing dan
mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai
refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang
harus dicerminkan dengan akhlak yang mulia.
Untuk mengaktualisasikan tujuan
tersebut, peran pendidik dan lembaga-lembaga pendidikan yang merupakan pusat
pendidikan sangatlah diperlukan sehingga proses transformasi ilmu pengetahuan
dan internalisasi nilai-nilai Islam pada peserta didik dapat mencapai
keseimbangan dan kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan.
Oleh karena itu, dalam pembahasan
ini akan dipaparkan lima pusat atau panca pusat pendidikan yang berlangsung
dalam kehidupan kita.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian pendidikan agama Islam
2.
Lima pusat pendidikan agama Islam
dan perannya
PEMBAHASAN
A. Pengertian pendidikan Islam
1. Pengertian
etimologi
Menurut mu’jam
(kamus) kebahasaan, kata al-tarbiyat memiliki tiga akar kebahasaan,
yaitu :
1. تر بية – ير بو – ربّا : yang memiliki arti tambah (zad)
dan berkembang (nama). Pengertian ini berdasarakan atas Q.S al-Rum ayat 39.
2. ير بّي – تربية – ربّي : memiliki arti tumbuh (nasya’) dan
menjadi besar (tara ra’a)
3. تر بية – يربّي
– ربّ : memiliki
arti memperbaiki (ashalaha), menguasai
urusan, memelihara, merawat, menunaikan, memperindah, memberi makna,
mengasuh, tuan, memiliki, mengatur, dan menjaga kelestarian dan eksistensinya.[1]
2.
Pengertian terminologi
Mushtafa
al-Maraghiy membagi kegiatan al-tarbiyat dengan dua macam. Pertama,
tarbiyat khalqiyat, yaitu penciptaan, pembinaan dan pengembangan jasmani
peserta didik agar dapat dijadikan sebagai sarana bagi pengembangan jiwanya. Kedua,
tarbiyat diniyat tahzibiyat, yaitu pembinaan bagi jiwa manusia dan
kesempurnaannya melalui petunjuk wahyu ilahi.
Al-Abrasyi
memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia
supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap
jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus
perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan
atau tulisan.
Marimba juga
memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan
rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Maka dapat
disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses edukatif yang mengarah kepada pembentukan akhlak atau
kepribadian.[2]
B. Lima pusat pendidikan agama Islam
Tohari
Musnamar mengemukakan lima pusat atau panca pusat pendidikan, yaitu :
1.
Keluarga Sebagai Pusat Pendidikan
Pentingnya pendidikan di dalam keluarga merupakan konsekuensi dari rasa tanggung
jawab orang tua terhadap anaknya. Keluarga merupakan pendidikan pertama bagi
setiap individu, sifat kepribadian anak akan tumbuh dan terbentuk dalam
keluarga. Anak akan menjadi warga masyarakat yang baik sangat tergantung pada
sifat-sifat yang tumbuh dalam kehidupan keluarga. Anak akan menjadi baik dan
benar berdasarkan pengaruh-pengaruhnya sehari-hari dengan orang tua dan
saudara-saudaranya.
Dalam kaitannya dengan Islam, pada masa permulaan
Islam, pelajaran agama diberikan di rumah-rumah. Rasulullah sendiri menggunakan
rumah Arqam bin Abi Arqam sebagai tempat pertemuan dengan para sahabat dan kaum
muslimin untuk mengajarkan kaidah-kaidah Islam dan membacakan ayat-ayat
Al-Qur’an serta mengadakan pertemuan di rumah belia, berkumpul bersama kaum
muslimin untuk belajar dan membersihkan aqidah mereka.[3]
Didalam keluarga anak didik mulai mengenal hidupnya. Hal ini harus disadari
dan diinsyafi oleh tiap-tiap keluarga, bahwa anak dilahirkan dalam lingkungan
keluarga tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan
keluarga. Berdasarkan kenyataan ini, tentu
pengaruh keluarga besar sekali terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak
(Sutari Imam Barnadib, 1980 : 77).
Interaksi antara personal di dalam sebuah keluarga memang bersifat
spesifik, emosional (dalam konotasi positif), akrab, tidak formal, tidak birokratis,
namun penuh harapan. Situasi demikian telah memikat sekaligus mengikat sang
anak untuk mengembangkan potensi dan kepribadiannya (Supriyoko, 1990).
Ada delapan variabel aspek sosio
psikologis dalam keluarga :
1)
Aspirasi masa depan sang anak,
2)
Aspirasi orang tua,
3)
Perhatian akan kegunaan bahasa,
4)
Penguatan aspirasi sang anak,
5)
Kesadaran kemajuan sang anak
6)
Dorongan untuk kemajuan sang anak
7)
Kebebasan
8)
Orientasi nilai (Supriyanto, 1990)
Dalam hubungan ini, Tohari
Musnamar menyatakan arti pentingnya keluarga sebagai pusat pendidikan yaitu :
1.
Keluarga merupakan wadah pertama dan utama anak di ukir kepribadiannya,
menemukan jati dirinya, mengenal kata-kata, tata nilai dan norma kehidupan, berkomunikasi dengan orang lain dan
sebagainya. Semuanya di awali dalam keluarga.
2.
Dalam keluarga terdapat hubungan emosional yang kuat dan erat antara
anggota keluarga, pendidikan berlangsung sepanjang waktu, dan merupakan peletak
pondasi pertama dalam membentuk pribadi anak (Tohari Musnamar, 1990: 5)
Pendapat pakar tersebut diatas menggambarkan betapa besar harapan terhadap
pengembangan potensi dan pribadi sang anak. Keharmonisan yang tercipta dalam
keluarga meningkatkan intensitas pendidikan
keluarga positif bagi banyak hal terhadap sang anak, pengembangan kepribadian,
peningkatan prestasi belajar, peningkatan karir dan sebagainya.
2.
Perguruan Sebagai Pusat Pendidikan
Arti pentingnya perguruan sebagai
pusat pendidikan secara garis besar, diantaranya :
a.
Perguruan merupakan wadah pertama
anak melatih sosialisasi diri secara formal, diperkenalkan dengan
peraturan-peraturan, tata pergaulan, tuntutan dan tantangan belajar yang harus
dijawabnya.
b.
Pada perguruan terdapat guru yang
telah memperoleh pendidikan dan latihan professional dalam bidangnya.
Profesionalitas guru inilah yang menjadikan perguruan lebih bermakna (Tohari
Musnamar, 1990: 6).
Oleh karena itu tidak semua tugas
pendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam lingkungan keluarga terutama
menyangkut ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Orang tua
mengirim anak ke perguruan. Dengan demikian,
sebenarnya pendidikan di perguruan adalah bagian
dari pendidikan dalam keluarga. Disamping itu kehidupan di sekolah merupakan
jembatan bagi anak yang menghubungkan hubungan dalam keluarga dengan kehidupan
dalam masyarakat.
Peranan sekolah
terhadap pendidikan menjadi sangat penting karena merupakan media pertengahan
antara media keluarga yang relatif sempit dengan media masyarakat yang luas. Di sekolah terdapat individu-individu yang
belum dikenal, sehingga dalam hal itu seorang individu harus menghadapi
ikatan-ikatan baru atau sejumlah tanggung jawab yang belum dikenal sebelumnya.[4]
3.
Rumah Ibadah Sebagai Tempat
Pendidikan
Berbeda dengan lembaga-lembaga lainnya yang merupakan lembaga pengganti
dari orang tua. Adapun arti penting rumah ibadah sebagai salah satu pusat pendidikan adalah :
a.
Rumah ibadah merupakan
wahana pendidikan bagi penyemaian keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa
b.
Rumah ibadah dengan pengajian, sekolah minggu, dan sebagainya memberikan
pengalaman kongkrit dalam hal hidup keagamaan. Dengan demikian rumah ibadah
berfungsi melengkapi dan menyempurnakan pendidikan agama yang ditentukan di
perguruan.
c.
Kyai, ustadz, pendeta dan sebagainya pada umumnya merupakan pribadi yang
dapat dijadikan contoh teladan bagi hidup yang shaleh dan berpribadi mulia
(Thohari Musnamar, 1990: 7).
Peran rumah ibadah, diantaranya sebagai
berikut :
1)
Memperkokoh keyakinan hidup agar
anak memiliki iman yang kuat dan pegangan hidup yang mantap.
2)
Menanamkan akhlak/budi
pekerti yang luhur sesuai dengan nilai-nilai ajaran agamanya.
3)
Mempertajam pandangan tentang tata
nilai, sehingga anak dapat mengadakan seleksi dan evaluasi diri terhadap
hal-hal yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang halal dan
yang haram.
4)
Memberi pengalaman berorganisasi,
bertindak sosial dan sebagainya.
5)
Menanamkan toleransi kerukunan hidup
beragama (Tohari Musnamar, 1990:7).
Rumah-rumah ibadah sebagai pusat
pendidikan Islam dalam hal ini contohnya yaitu masjid-masjid, musholla-musholla
dan sebagainya, disini tidak hanya dilihat sebagai pusat ibadah tetapi dari
segi fungsinya. Pendidikan dalam
Islam erat hubungannya dengan masjid. Kaum muslimin telah memanfaatkan masjid
untuk tempat beribadah dan sebagai lembaga pendidikan dan pengetahuan Islam dan
pendidikan keagamaan yang mencakup qaidah-qaidah Islam dan hukum-hukum agama,
atau dapat dikatakan bahwa masjid merupakan pusat kehidupan kerohanian, sosial
dan politik atau sering disebut bahwa masjid sebagai “rumah Tuhan (Baitullah)”.[5]
Karena itu masjid dan musholla sebagai lembaga
pendidikan Islam mengandung implikasi-implikasi. Pertama, mendidik anak untuk
tetap istiqomah dalam beribadah kepada Allah. Kedua, menanamkan rasa cinta
kepada ilmu pengetahuan, menanamkan rasa solidaritas sosial serta
menyadarkan terhadap hal-hal dan kewajibannya sebagai insan pribadi, sosial, warga
Negara dan beragama.
Ketiga, memberikan rasa ketentraman, kekuatan dan kemampuan potensi-potensi
rohani melalui pendidikan kesabaran, keberanian, kesadaran, perenungan, optimisme
dan mengadakan penelitian.
4.
Masyarakat Sebagai Pusat Pendidikan
Di luar keluarga anak memperoleh kesempatan berinteraksi sosial secara
lebih luas dalam masyarakat. Bermacam-macam nilai dan perilaku masyarakat akan
terserap baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut At-Taumy,
masyarakat itu sendiri merupakan suatu faktor yang
pokok mempengaruhi pendidikan, di samping ia
merupakan arena tempat berkisarnya pendidikan (M. At-Taumy As-Syaibani, 1979:
164).
Mengenai arti penting masyarakat
sebagai pusat pendidikan diantaranya sebagai berikut :
a.
Masyarakat memikul amanat yang sama pentingnya dengan unsur-unsur lain
dalam hal mencerdaskan bangsa dan menyiapkan generasi yang lebih maju.
b.
Masyarakat merupakan ajang kehidupan kekal anak yang akan berkecimpung di
dalamnya, berkarya, bergaul, bekerjasama, bersaing, berkreasi dan berproduksi.
c.
Kehidupan bermasyarakat memiliki pola nilai dan norma yang harus di pahami
oleh anak, agar ia tidak canggung dan dapat sukses di dalamnya (Thohari
Musnamar, 1990: 8).
Ada dua kebutuhan pokok yang sangat diharapkan oleh pendidikan dalam
masyarakat. Pertama, situasi sosiokultural yang mendukung proses internalisasi
nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat yang bersangkutan.
Pendidikan dalam arti proses internalisasi nilai dalam masyarakat ini bersifat
informal, tetapi cukup intens karena terjadi melalui interaksi sosial yang
cukup panjang, terus menerus dan bersifat alami.
Kedua, wahana perluasan wawasan hidup, penguasaan berbagai ilmu pengetahuan
dan berbagai keterampilan untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia. Wahana ini sangat di perlukan mengingat
keterbatasan orang tua dalam tiga aspek tersebut, disamping terus meningkatnya
tuntutan zaman akibat terjadinya perkembangan dan perubahan yang terus menerus. (Achmadi,
1992: 95).
Secara ringkas Tohari Musnamar
memberi rincian tentang peran masyarakat sebagai pusat pendidikan :
a.
Memberikan fasilitas dan bekal yang cukup kepada anak agar mereka dapat
belajar dengan baik, dapat mengembangkan bakat dan minatnya secara optimal.
b.
Memberikan perlindungan pada anak yang memerlukannya, seperti anak cacat,
anak yatim piatu, anak korban bencana alam dan anak yang hidup dalam standar
kemiskinan.
c.
Secara kongkrit masyarakat perlu menyelenggarakan wadah yang bermanfaat
bagi perkembangan anak seperti gerakan pemuda, kursus-kursus, forum diskusi,
perpustakaan rakyat, lembaga pengembangan bakat dan minat serta biro
konsultasi.
“Masyarakat” yang sehat adalah masyarakat yang memperhatikan dan
memperjuangkan generasi penerusnya (Tohari Musnamar, 1990: 8).
Dengan demikian, mereka mempunyai tugas untuk ikutserta membimbing
perkumpulan dan perkembangan anak. Ini berarti
pemimpin dari masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
pendidikan. Sebab tanggung jawab pendidikan pada hakikatnya merupakan
tanggung-jawab moral dari orang dewasa, baik secara individu maupun sebagai
komunitas sosial.
Tanggung jawab ini ditinjau dari
segi ajaran Islam, secara implisit mengandung tanggung jawab pendidikan, yaitu
warisan nilai-nilai luhur dari generasi ke generasi demi tegaknya syiar Islam
di atas bumi.
5.
Media Masa Sebagai Pusat Pendidikan
Yang disebut komunikasi melalui media masa adalah proses pengoperan
lambang-lambang yang mengandung arti yang dioperkan melalui saluran-saluran
yang dikenal sebagai pres, television dan radio (Astrid, 1977: 3).
Saat ini pemanfaatan media massa
dalam proses komunikasi dan penyimpanan pesan dipandang sangat efektif sehingga
dapat dikatakan bahwa barang siapa mampu menguasai media massa, maka ia akan
mudah menciptakan opini dalam masyarakat.
Apabila dikaitkan dengan pendidikan anak dan pembentukan pribadinya, media massa mempunyai pengaruh.
Apabila dikaitkan dengan pendidikan anak dan pembentukan pribadinya, media massa mempunyai pengaruh.
Pengaruh-pengaruh media massa, disamping yang bersifat positif ada juga
yang bersifat negatif. Sekarang hampir disetiap keluarga mempunyai
radio, televisi, koran, buku dan sejak kecil anak-anak sudah akrab dengan media
tersebut. Melalui media ini mereka menerima informasi yang tidak ada dalam diri
mereka.
Dengan demikian, media massa bekerja sebagai pendidik, pembentuk
pengembangan kemampuan dan keterampilan anak-anak memperluas lingkungan dan
memberi bentuk-bentuk baru dari pengalaman.
Dalam hubungan ini, media massa memiliki peran antara lain :
a.
Mencanangkan/memuat hal-hal yang mengandung nilai-nilai edukatif serta
dapat mengacu anak-anak meraih sukses dalam belajar.
b.
Menghindarkan diri dari tayangan/pemuatan hal-hal yang membawa dampak
negatif bagi perkembangan jiwa anak seperti, gambar yang mengarah pornografis,
motivasi tindak kriminal dan tindak kekerasan.
c.
Bersama-sama dengan pusat pendidikan yang lain menyelengarakan program
edukatif seperti, penelitian, seminar, pameran dan wisata ilmiah (Thohari
Musnamar, 1990: 9).
Peranan positif dari media massa sebagai media pendidikan tidak akan
terealisir tanpa dukungan dari semua pihak, adanya good will dan commetment
moral untuk saling mengingatkan demi kepentingan dan kebaikan bersama. Melihat
betapa strategis dan efektifnya peran media massa, maka secara ideal edukatif
ia harus mampu menyajikan informasi yang layak dan mendidik.
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Pengertian pendidikan Islam
Secara
etimologi, menurut mu’jam (kamus) kebahasaan, kata al-tarbiyat memiliki
tiga akar kebahasaan, yaitu :
1. تر بية – ير بو – ربّا : yang memiliki arti tambah (zad)
dan berkembang (nama). Pengertian ini berdasarakan atas Q.S al-Rum ayat 39.
2. ير بّي – تربية – ربّي : memiliki arti tumbuh (nasya’) dan
menjadi besar (tara ra’a)
3. تر بية – يربّي
– ربّ : memiliki
arti memperbaiki (ashalaha), menguasai
urusan, memelihara, merawat, menunaikan, memperindah, memberi makna,
mengasuh, tuan, memiliki, mengatur, dan menjaga kelestarian dan eksistensinya.
Sedangkan
secara terminologi,
pendidikan Islam adalah suatu proses educatif yang
mengarah kepada pembentukan akhlak atau kepribadian.
- Lima pusat pendidikan Islam dan perannya.
A. Keluarga
Sebagai Pusat Pendidikan
Menurut Tohari Musnamar arti pentingnya
keluarga sebagai pusat pendidikan yaitu :
a)
Keluarga merupakan wadah pertama dan utama anak di ukir kepribadiannya,
menemukan jati dirinya, mengenal kata-kata, tata nilai dan norma kehidupan
berkomunikasi dengan orang lain dan sebagainya. Semuanya di awali dalam
keluarga.
b)
Dalam keluarga terdapat hubungan emosional yang kuat dan erat antara
anggota keluarga, pendidikan berlangsung sepanjang waktu, dan merupakan peletak
pondasi pertama dalam membentuk pribadi anak.
B.
Perguruan Sebagai Pusat Pendidikan
Arti pentingnya perguruan sebagai
pusat pendidikan secara garis besar, diantaranya :
a.
Perguruan merupakan wadah pertama
anak melatih sosialisasi diri secara formal, diperkenalkan dengan
peraturan-peraturan, tata pergaulan, tuntutan dan tantangan belajar yang harus
dijawabnya.
b.Pada
perguruan terdapat guru yang telah memperoleh pendidikan dan latihan
professional dalam bidangnya. Profesionalitas guru inilah yang menjadikan
perguruan lebih bermakna.
C.
Rumah Ibadah Sebagai Tempat
Pendidikan
Peran rumah ibadah sebagai pusat pendidikan, diantaranya sebagai berikut :
1.
Memperkokoh keyakinan hidup agar
anak memiliki iman yang kuat dan pegangan hidup yang mantap.
2.
Menanamkan akhlak/budi
pekerti yang luhur sesuai dengan nilai-nilai ajaran agamanya.
3.
Mempertajam pandangan tentang tata
nilai, sehingga anak dapat mengadakan seleksi dan evaluasi diri terhadap
hal-hal yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang halal dan
yang haram.
4.
Memberi pengalaman berorganisasi,
bertindak sosial dan sebagainya.
5.
Menanamkan toleransi kerukunan hidup
beragama.
D. Masyarakat
Sebagai Pusat Pendidikan
Mengenai arti penting masyarakat
sebagai pusat pendidikan diantaranya sebagai berikut :
1)
Masyarakat memikul amanat yang sama pentingnya dengan unsur-unsur lain
dalam hal mencerdaskan bangsa dan menyiapkan generasi yang lebih maju.
2)
Masyarakat merupakan ajang kehidupan kekal anak yang akan berkecimpung di
dalamnya, berkarya, bergaul, bekerjasama, bersaing, berkreasi dan berproduksi.
3)
Kehidupan bermasyarakat memiliki pola nilai dan norma yang harus di pahami
oleh anak, agar ia tidak canggung dan dapat sukses di dalamnya.
E.
Media Masa Sebagai Pusat Pendidikan
Media massa memiliki peran sebagai pusat pendidikan diantaranya :
a)
Mencanangkan/memuat hal-hal yang mengandung nilai-nilai edukatif serta
dapat mengacu anak-anak meraih sukses dalam belajar.
b)
Menghindarkan diri dari tayangan/pemuatan hal-hal yang membawa dampak
negatif bagi perkembangan jiwa anak seperti, gambar yang mengarah pornografis,
motivasi tindak kriminal dan tindak kekerasan.
c)
Bersama-sama dengan pusat pendidikan yang lain menyelengarakan program
edukatif seperti, penelitian, seminar, pameran dan wisata ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-abrasyi,
Athiyah. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. 1993. PT. Bulan Bintang : Jakarta
Hayyan, Ahmad.
2010. “Kerangka Operasional dan Pola Aktualisasi Pendidikan Islam”.
(http://hayyan-ahmad.blogspot.com/2010/11/kerangka-operasional-dan-pola.html, diakses pada tanggal 28 Agustus 2013)
Maarif, A.
Syafii dkk. Pendidikan Islam di Indonesia. 1991. PT. Tiara Wacana Yogya :
Yogyakarta
Mahfuzh,
Jamaluddin Ali. 2001. Psikologi Anak dan Muslim. Diterjemahkan oleh Abdul
Rosyad Shiddiq dan Ahmad Vathir Zaman. Pustaka Al-Kautsar : Jakarta
Ramayulis.
Ilmu Pendidikan Islam. 2002. Kalam Mulia : Jakarta
[2]
Ibid, hlm.3
[3]
Athiyah Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta : Bulan
Bintang,1993), hlm.51
[4]
Jamaluddin Ali Mahfuzh, Psikologi
Anak dan Remaja Muslim, terjemahan Abdul Rosyad Shiddiq dan Ahmad Vathir
Zaman (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm.
[5]
Athiyah Abrasyi, op.cit, hlm.58