Minggu, 31 Maret 2013

Dinasti Politik di Indonesia


Dinasti politik sebenarnya tidak melanggar aturan.


Dinasti politik telah dikenal sejak zaman kerajaan. Pada masa itu, kekuasaan diwariskan secara turun temurun dari ayah kepada anak. Tradisi mewariskan kekuasaan ini terus berlaku dengan menafikan potensi-potensi yang ada, sehingga kekuasaan tetap berada dalam lingkaran keluarga.

Sebagai negara bekas jajahan Belanda yang juga berasal dari kerajaan nusantara, gejala-gejala untuk kembali ke kondisi pada masa pra-Hindia Belanda nampak secara signifikan. Beberapa daerah di Indonesia, satu per satu membangun dinasti kekuasaannya.

Dinasti politik sebenarnya tidak melanggar aturan, sebagai mana hak warga negara Indonesia untuk memilih dan dipilih adalah jaminan yang diberikan UUD 1945 bagi siapa saja yang maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada). Meski hal ini mencederai demokrasi dan dipandang kurang patut dan beberapa kalangan kurang setuju dengan dinasti politik, namun kesempatan untuk menghilangkan masyarakat atau kader potensial untuk tampil sebagai pemimpin ini tetap terbuka.

Penyelenggaraan pemilukada mulai ramai diwarnai wajah anak, istri atau kerabat terdekat para petahana. Padahal,Undang-Undang Antikorupsi, Kolusi dan Nepotisme, menyiratkan bahwa dinasti politik sebagai sesuatu yang tabu karena bertentangan dengan semangat anti-KKN dan memberikan peluang terciptanya pemimpin korup yang kemudian menghambat pemberantasan korupsi di Indonesia.

Penegakan hukum di Indonesia, sering tergagap ketika terbentur kepentingan politik atau perkara yang ditanganinya bersentuhan langsung dengan kekuatan politik yang sedang berkuasa. Meski pada kondisi tertentu penegak hukm cukup tegas menghadapi penguasa, namun secara umum tidak demikian dan bahkan terkesan alergi penguasa. Apakah hal ini yang menjadikan dinasti politik sebagai tren berpolitik kaum penguasa?

Penguasa di mana pun, cenderung ingin memiliki kekuasaan lebih lama dan melanggengkan kekuasaan. Namun karena adanya aturan yang membatasi bahwa seseorang boleh menduduki jabatan kepala daerah hanya dua periode, para petahana akhirnya memilih memajukan kerabatnya untuk melanjutkan kekuasaan. Bisa juga karena alasan, bila kerabatknya yang berkuasa maka keburukan yang dilakukannya selama berkuasa akan tertutupi?

Hubungan partai politik pendukung dengan petahana selama ini menciptakan simbiosis mutualisma. Political bargaining menutupi kerugian yang dialami partai politik akibat praktek dinasti politik yang semakin subur di Indonesia. Bila hal ini terus berlanjut, Indonesia baru yang maju dan demokratis makin jauh dari harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar